Hingar Bingar Konser COLDPLAY: Transisi Energi Bersih Masih Enggan di Bahas?

Dalam beberapa bulan kedepan grup band Coldplay akan menggelar konser di Indonesia. Antusias cukup luar biasa datang dari masyarakat Indonesia untuk menyaksikan grup band tersebut. Mulai dari Kalangan masyarakat kelas bawah hingga masyarakat atas tidak ketinggalan untuk hadir menyaksikan konser coldplay. Grup musik rock Coldplay ini dibentuk pada tahun 1997 di Inggris. Grup band ini memiliki 5 personil Chris Martin sebagai vokalis, Jonny Buckland sebagai gitaris, Guy Berryman sebagai bassis, Will Champion sebagai drumer dan perkusionis, dan Phil Harvey sebagai pengarah kreatif.

Harga tiket yang dijual untuk menonton konser ini mulai dari harga 800 ribu hingga yang paling fantastis dengan harga 11 juta. Berita yang bertebaran di media massa hanya dalam beberapa menit tiket dengan harga 11 juta ludes habis, gila bukan? Hadir dalam pikiran “cukup menjengkelkan ya soal konser tersebut bukan menggunakan metode Fundraising melainkan penjualan, lantas mengapa kampanye Fundraising kawan-kawan mengenai pengadaan untuk panel surya misalnya masih minim bahkan tidak melek sebagai Upaya transisi energi terbarukan?”.

Penghancuran ekologi yang massif bagian inheren dengan perubahan iklim yang terjadi. Kawan kawan yang ada di beberapa daerah di Kalbar merasakan hal suhu panas yang cukup membahayakan kulit tubuh. Himbauan kemarin untuk dianjurkkan jika berada di luar ruangan, hendak memakai topi dan menerapkan tabir surya (sunscreen) dengan SPF 30+. Kok tidak menganjurkan untuk stop penambangan secara besar-besaran ya? Hehe nyatanya aku tidak memiliki power untuk menekan para penjahat lingkungan yang masih berkeliaran.

Cara Coldplay Terapkan Konser Ramah Lingkungan

Dari berbagai sumber yang berhasil dikumpulkan, ditengarai isu lingkungan menjadi tema Go Green yang menjadi konsep utama dari konser tersebut digelar. Bahkan, konsep ini sudah direncanakan dengan matang selama 2 tahun oleh Coldplay bersama pemerhati lingkungan. Mari kita lihat satu persatu bagaimana konser tersebut menerapkan ramah lingkungan.

Pertama, Menyediakan sepeda statis menggunakan energi listrik ramah lingkungan menggunakan panel fotovoltaik surya yang dipasang di belakang panggung, di sekitar stadion, dan di luar ruangan. Kedua, Mereka menggunakan diesel yang diproduksi 100 persen dari bahan terbarukan, yaitu biofuel tipe HVO (minyak sayuran hydrotreated). Selain itu, Coldplay juga menggunakan energi dari penonton lewat lantai kintek yang diinjak dan sepeda statis yang dikayuh untuk menghasilkan listrik. Kedua, Panggung yang bermaterialkan rendah karbon Panggung konser menggunakan materi dari bambu dan baja daur ulang. Panggung dibuat dengan kombinasi material ringan, rendah karbon, dan dapat digunakan kembali untuk tur berikutnya.

Selanjutnya, mengurangi sampah plastik dalam konsernya, memaksimalkan efisiensi air dan meminimalisir limbah selama tur berlangsung. Pihaknya dan promotor bekerja sama untuk tidak menjual air minum kemasan botol. Jadi, dihimbau untuk fans yang akan menonton agar membawa botol minum atau tumbler sendiri. Nggak perlu khawatir, di lokasi konser akan disediakan air isi ulang gratis. Yang terakhir, Menanam 1 pohon setiap tiket terjual Aksi Go Green yang dilakukan Coldplay berikutnya adalah reboisasi atau penghijauan kembali. Dalam menjalankan aksi ini, Coldplay sudah bekerjasama dengan beberapa organisasi pemerhati lingkungan, yaitu One Tree Planter, Client Earth, Grantham Institute, dan lainnya. Mereka melakukannya dengan menanam 1 pohon untuk setiap 1 tiket konser yang terjual. 

Menarik betul bahwa konser mega ini mengusung ramah lingkungan sebagai Upaya untuk melindungi lingkungan. Eitsss… bagaimana dengan di negara kita sendiri sudah transisi energi terbarukan sebagai langkah demi ramah lingkungan atau masih ragu ragu sebab ekonomi politik menjadi rebutan berbagai pihak?

Transisi Energi mau kapan mulai?

Biasa kalau nongkrong di posko relawan bencana abang selalu bilang ketika habis main sepeda “pakai sepeda lah boy, selain membakar lemak ini bagian dari transisi energi.” Kadang kala jadwalnya tidak menentu untuk gowes ke jalan-jalan yang ada di Pontianak. Yang kerap ditemui dijalan seperti biasa kendaraan yang masih membuang gas emisi berakibat pada pencemaran polusi, padatnya kendaraan, serta jarang masih mendapat udara segar di pagi hari.

Seperti kebijakan yang kerap ku dengar untuk mengatasi macet di suatu titik jalanan justru malah melebarkan jalan dan membuat jembatan baru sebagai solusi mengatasi macet tersebut. Kenapa tidak menghentikan stop permintaan pembelian kendaraan atau menyediakan tranportasi yang ramah lingkungan sebagai cara mengurangi polusi buang kendaraan? Dua hal yang hadir masih menjadikan masalah dan sampai kapan hal ini untuk diatasi.

Liarnya pembangunan pembangkit energi sebagai Upaya katanya untuk menerangi negeri masih menjadi konflik yang terjadi di tengah masyarkat. Dimulai dari penolakan, akibat dari hadirnya proyek tersebut, degradasi lingkungan, dan ekspansi bisnis sebagai keuntungan yang selalu memikirkan perut sendiri. Mau ngambek nanti disangka subversiv yasudah aku cari sepeda saja buat olahraga hehe.

Sudah Waktunya Beralih Energi Bersih

Secara sederhana bisa kita mulai dengan ya… kalau kawan kawan punya sepeda bisa gowes dulu. Kalau belum memiliki bisa mengurangi aktivitas menggunakan kendaraan yang memiliki emisi gas buang atau menggunakan transportasi sekitar untuk beraktivitas sehari-hari. Oiya bisa juga pakai ojek online untuk kemana-mana.

Kedepan langkah ini harus dilakukan secara berkelanjutan sebagai Upaya penyelamatan lingkungan yang sudah kian hari kian hancur. Perlu dilakukan transisi energi secara komplit kalau aku mulai dari diri sendiri dulu pastinya. Bila kawan-kawan semua ingin menintervensi kebijakan untuk mendorong disahkannya RUU tentang EBET misalnya ehhh itu masih solusi palsu yaa? Xixixi silahkan lanjutkan pemantik ini dari perspektif politik, hukum, lingkungan, ekonomi dan sebagainya

Dengan demikian memprioritaskan energi terbarukan dalam program pemulihan ekonomi nasional, dua-tiga target bisa terlampaui: perlindungan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak.

 

Penulis : Mas Ageng