Pemerintah Kabupaten Sintang baru saja menerbitkan PERATURAN BUPATI SINTANG NO 48 TAHUN 2023. tercatat pada tanggal 7 agustus 2023 Bupati Sintang Jarot Winarno menetapkan Perbup cilaka tersebut. Perbup ini jelas cacat dan mengkhianati semangat demokrasi dan hukum. Tidak ada kegentingan yang memaksa, yang mengharuskan pemerintah daerah mengeluarkan Perbup ini. Saya menilai Perbup ini berpotensi membatasi kebebasan berkumpul dan berserikat. Perbup yang mengacu pada PERPPU no 2 tahun 2017 dapat memberi peluang pemerintah untuk mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tanpa melalui putusan pengadilan.
Terlihat pada BAB XVI tentang sanksi administratif pasal 65 poin D dalam Perbup ini menyatakan bahwa pemerintah Kabupaten Sintang dapat Merekomendasikan pencabutan surat keterangan terdaftar kepada Kementrian Dalam Negeri dan/atau pencabutan status badan hukum kepada Kementrian Hukum dan Ham. Jelas hal ini sangat mencerminkan wajah represif pemerintah daerah Kab. Sintang serta arogansinya terhadap kelompok masyarakat sipil.
Potensi pembubaran ormas secara sepihak oleh pemerintah semakin terasa Pada BAB IV Pasal 14 soal larangan yang dirasa masih sangat rancu dan bias. Dengan narasi yang multi tafsir serta tidak mendetail ditakutkan akan berpotensi dipergunakan sebagai alat untuk membungkam ormas yang kritis dan mengurangi nilai-nilai kebebasan berpendapat dan berexpresi kelompok masyarakat sipil.
Pembatasan terhadap kemerdekaan berserikat kontradiktif dengan jaminan dalam konstitusi, khususnya Pasal 28 dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa pembatasan harus ditetapkan dengan undang-undang dan tidak menyebutkan perbup sebagai instrumen yang dapat membatasi derogable rights.
Terbitnya Perbup ini memperlihatkan kepada kita betapa besar syahwat pemerintah dalam mengkooptasi dan memata-matai gerak-gerik kita selaku kelompok masyarakat sipil. Bagaimana tidak dalam Perbup ini sendiri sampai mengatur hal-hal yang seharusnya menjadi urusan internal ormas. Dengan dalih pembinaan dan pengawasan Bupati dapat melakukan Monitoring dan Evaluasi terhadap ormas dengan membentuk Tim Terpadu yang ditetapkan secara sepihak melalui keputusan Bupati. Apa urusannya pemerintah memonitoring dan mengevaluasi ormas? Justru merekalah yang seharusnya dimonitoring dan di evaluasi oleh ormas. Dengan adanya peraturan seperti ini hanya membuat kesenjangan posisi antara ormas dan pemda menjadi semakin tidak equal sehingga menjauhkan kita dari konsep collaborative governance yang selama ini kita gagas dan kita dorong dalam pembangunan Kabupaten Sintang.
Alih-alih mendapat pembinaan untuk kesejahteraan dan kemandirian, ormas justru ditekan dengan aturan AKREDITASI setiap 5 tahun sekali yang di klaim untuk mendapatkan pengakuan keberadaan dan kinerja ormas. Ini jelas merupakan upaya busuk pemerintah Kabupaten Sintang untuk mengkooptasi dan menyeragamkan ormas-ormas yang selama ini memberikan kontribusi dengan keberagaman dan karakteristiknya masing-masing terhadap pembangunan di Kabupaten Sintang.
Selain itu system akreditasi ini juga berpotensi menjadi alat untuk mengadu domba antar ormas dan membuat persaingan antar ormas menjadi tidak sehat karena adanya intervensi dari pemerintah itu sendiri. Ingat kasus sertivikasi ustadz? Bagaimana perpecahan dan dikotomi itu terjadi dimasyarakat saling mengklaim paling NKRI dan saling tuding Anti Pancasila. System akreditasi ormas ini memiliki daya hancur yang sama dengan kasus sertivikasi ustatdz tersebut jika disalah gunakan. Belum lagi dengan gaya birokrasi kita yang berbelit-belit timbul kekhawatirkan akan terbukanya celah untuk korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam system tata Kelola ormas itu sendiri.
Peraturan Bupati Sintang No 48 Tahun 2023 ini merupakan symbol Represi, Kooptasi dan anti keberagaman serta jauh dari nilai-nilai demokrasi untuk itu menurut hemat saya perlu diadakan upaya-upaya litigasi untuk membatalkan perbup cilaka ini. Sebagai penutup Saya mengutip kata-kata dari Seno Gumira Ajidarma “Orang yang bijak akan menerima segala bentuk pandangan sebagai kekayaan, karena keseragaman pikiran memang sungguh-sungguh akan memiskinkan kemanusiaan”.
Penulis : Aldo Topan Rivaldi (Aktivis FORSTAR)