Uniknya, kelompok penekan (pressure group) di kabupaten Sintang berbaju kesukuan. Mereka eksis mengatasnamakan kelompok masyarakat tertentu supaya memiliki basis dukungan yang kuat di tingkat akar rumput (grass root). Dengan begitu, mereka terkesan lebih massif, lebih intimidatif dan lebih merasa ditakuti. Padahal kenyataanya tidak begitu, legitimasi semacam ini belum tentu datang dari kelompok masyarakat yang mereka klaim tersebut. Secara faktual, kelompok penekan selalu berasal dari inisiatif sekelompok elite dengan kepentingan elitis pula, dan jarang lahir dari rahim masyarakat biasa. Sekelompok elite menjadikan kelompok penekan sebagai alat negosiasi dalam ranah kepentingan yang sebagian besar masyarakat biasa tidak memahami sama sekali tujuan dari kepentingan tersebut. Kelompok penekan melayani elite, dan elite tersebut mendapatkan keuntungan dari gerakan dan aksi yang dilancarkan oleh kelompok penekan kepada siapa saja dan untuk apa saja. Elite yang dimaksud bisa saja politisi, pejabat, intelektual, pengusaha, atau posisi penting lainnya. Relasi klien-patron antara kelompok penekan dan elite merupakan rekayasa alat sosial yang menghasilkan eksistensi kelompok untuk mendapatkan posisi tawar lebih tinggi dalam perebutan sumberdaya daerah baik di ceruk politik maupun di ceruk ekonomi. Kelompok penekan hidup dari lemahnya penegakan hukum, tata kelola pemerintahan yang buruk, sedikitnya kelompok intelektual dan kepemimpinan di daerah yang kurang cakap. Lahirnya kelompok penekan tidak selalu oleh beking kekuasaan, melainkan bisa saja berasal dari ketidakberesan tata kelola yang buruk di daerah.
Jika penegakan hukum tegas, tata kelola pemerintahan kita baik, kelompok intelektual eksis, dan pemimpin kita di daerah berkompeten dan dapat diandalkan, maka kelompok penekan akan layu sebelum mekar. Kenyataanya, fenomena kelompok penekan berbaju kesukuan tumbuh subur di daerah karena pembiaran demi pembiaran dari situasi yang tidak kunjung membaik dari masa ke masa.
Dampak buruk eskalasi sepak terjang dari kelompok penekan yang menggunakan simbol etnis akan melahirkan prasangka dan sentimen etnis. Kecenderungan melahirkan ketegangan, perselisihan dan konflik kekerasan akan menjadi bagian dari dampak yang tidak terhindarkan atas reaksi kelompok lain. Kelompok penekan yang awalnya didesain untuk melayani eksistensi posisi tawar elite akan berubah menjadi kelompok yang bergerak secara otonom untuk mendapatkan keuntungan diluar skenario kepentingan elite. Penyimpangan ini terjadi, atau kehendak baru ini muncul karena aktor-aktor didalam kelompok penekan juga berubah menjadi elite baru yang menikmati status sosial atas menguatnya eksistensi kelompok mereka.Walaupun, aktor-aktor lokal ini tidak pernah diperhitungkan sama sekali sebelumnya. Eksistensi kelompok diikuti dengan menguatnya citra ketokohan aktor-aktor didalam kelompok. Mereka mendapatkan insentif baru dari ketenaran yang berhubungan langsung dengan keuntungan pribadi. Kapitalisasi isu yang di back-up oleh kelompok penekan menguntungkan aktor-aktor dari dalam kelompok yang sekarang dapat bernegosiasi langsung tanpa harus ditengahi oleh elite. Relasi klien-patron yang berlaku sebelumnya tidak lagi efektif dan tidak ada lagi rentang kontrol oleh elite yang awalnya ikut membentuk kelompok ini. Dari sinilah kuasa kelompok penekan berubah dari kucing menjadi macan. Kita mengkhwatirkan konflik kekerasan horizontal karena kelompok penekan yang kuat tapi tidak menguasai informasi yang cukup akan menabrak area sensitif sosial. Kelompok penekan yang kuat tapi tidak menguasai informasi yang lengkap akan berakhir dengan atau tanpa campur tangan elite baru yang lebih kuat. Terakhir, kelompok penekan sejatinya alat, dan akan selalu dimanfaatkan hingga tidak diperlukan lagi keberadaanya. Maka dari itu, masyarakat kita memerlukan perbaikan di lapangan kehidupan mereka untuk menghalangi fenomena lahirnya kelompok penekan yang tidak berkontribusi apapun bagi kemajuan daerah. Jika kesejahteraan membaik, maka tidak mudah bagi masyarakat untuk percaya dan ikut terlibat kedalam kelompok penekan. Setelah itu, kelompok penekan tidak lagi relevan bagi kita didaerah.
Penulis : Ireng Maulana (Pengamat Politik)