
Dalam sambutannya, perwakilan Tim Bersama Kelola Alam Adil Lestari (BEKAL) menyampaikan bahwa kehadiran mereka bertujuan untuk melihat proses pembelajaran dalam membangun kapasitas kepemimpinan para praktisi muda di bidang pengelolaan sumber daya alam. Hal ini dilakukan untuk mendorong transformasi sistemik yang berlandaskan keberlanjutan, keadilan, dan kearifan lokal.
Diskusi ini bertujuan untuk memahami lebih dalam peran serta tantangan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta mengidentifikasi praktik yang dapat diimplementasikan di daerah dampingan BEKAL. Oleh karena itu, dilaksanakan Diskusi Pengembangan Model Ekonomi Berbasis Alam di Kabupaten Sintang, yang dihadiri oleh berbagai perwakilan stakeholder pada Senin, 3 Maret 2025, bertempat di Aula Bappeda Kabupaten Sintang.
Kabupaten Sintang merupakan bagian dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), di mana saat ini Bupati Sintang menjabat sebagai Ketua Umum dengan slogan “Lingkungan Terjaga, Kesehatan Sejahtera.” Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi, Sintang masuk dalam klaster keempat dalam pembangunan berkelanjutan. Selain itu, dalam RPJMD, Sintang juga mengembangkan model pembangunan sesuai dengan empat visi utama, di mana dua di antaranya mencakup aspek kesejahteraan dan keberlanjutan.
Dalam pemaparan yang disampaikan oleh Pogo, model pengembangan ekonomi berbasis alam dirancang dengan pendekatan holistik di Bentang Alam Gunung Naning guna mendukung pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Sintang. Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat 114 jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang meliputi minyak lemak, padi, dan buah-buahan. Selain itu, ditemukan pula 38 jenis tumbuhan obat dan tanaman hias, 14 jenis tanaman dari keluarga palem dan bambu, serta 20 jenis HHBK lainnya. Hasil analisis komoditas prioritas berdasarkan Tingkat Nilai Konservasi Prioritas (TNKP) menunjukkan bahwa kopi memiliki skor tertinggi (80), diikuti oleh tengkawang dan durian (78), serta jengkol (74). Adapun komoditas potensial untuk pengembangan lebih lanjut meliputi jahe, madu kelulut, cabai, tebu, bawang Dayak, bambu, damar, dan serai rimba.
SIS mencermati selama proses diskusi berlangsung, bahwa dalam perencanaan maupun program yang dilakukan oleh Tim BEKAL, fokus masih tertuju pada pemanfaatan HHBK untuk menghasilkan produk turunan atau produk inovasi seperti Obat herbal, kosmetik, dan pangan. Namun, aspek pemasaran produk masih belum mendapat perhatian yang cukup. Karena dalam perencanaan, aspek pemasaran juga sangat penting untuk memastikan keberlangsungan produk yang dihasilkan. Perwakilan Tim BEKAL pun mengakui bahwa tantangan ke depan tidak hanya terletak pada pengelolaan potensi sumber daya alam, tetapi juga pada strategi pemasaran produk yang dihasilkan.