Kabupaten Sintang merupakan bagian dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), di mana saat ini Bupati Sintang menjabat sebagai Ketua Umum dengan slogan “Lingkungan Terjaga, Kesehatan Sejahtera.”
Lingkungan
Jejak Kaki Yang Mengkhianati Alam
Saat ini lagi ramai-ramainya sekelompok anak muda yang bersemangat menaklukkan puncak Bukit Rentap. Dengan wajah yang cerah dan penuh harapan. Mereka membawa tas yang berisi makanan yang terbungkus oleh plastik, air, dan peralatan lain untuk mendaki. Namun, sayangnya semangat mereka tidak diimbangi dengan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan alam. Sampah yang seharusnya dibawa turun dan dibuang pada tempat yang semestinya, malah di tinggalkan di puncak bukit, menjadi bukti dari kelalaian dan tidak pedulian terhadap kebersihan alam. Terlihat jelas banyak para pendaki yang lupa akan peraturan dalam mendaki, yaitu : Jangan mengambil apa pun kecuali gambar atau foto, jangan tinggalkan apapun kecuali jejak, dan jangan membunuh apapun kecuali waktu.
Fenomena Pagar Laut Seharusnya Pelaku Pemagaran Ditangkap
Dalam aturan semua negara di dunia, mengklaim laut sebagai miliknya adalah sebuah kejahatan. Maka pelakunya bisa ditangkap, diadili dan dihukum. Tindakan itu masuk dalam kategori tindakan pidana, sehingga pelakunya bisa ditangkap, tanpa perlu pengaduan.
SIS Pertanyakan Keterlibatan Masyarakat dalam Pemantauan Lingkungan dan Evaluasi Konservasi Usaha Berbasis Lahan di Sintang
Selasa, 11 Februari 2025 bertempat di Meeting Room Bagoes Guest House Kab. Sintang telah di gelar kegiatan FGD yang membahas tentang Mekanisme Pelaporan dan Pemantauan kualitas lingkungan hidup serta evaluasi areal konservasi pada usaha berbasis lahan di kabupaten Sintang. Kegiatan yang dimulai pukul delapan pagi ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan di Kabupaten Sintang Seperti NGO, OPD, dan Private Sector. kegiatan ini merupakan bentuk kolaborasi antara Dinas Lingkungan Hidup dan Rainforest Alliance.
Strategi Pembangunan Rendah Karbon untuk Atasi Perubahan Iklim
Perubahan iklim menjadi permasalahan dunia yang sangat serius saat ini. Bahaya yang ditimbulkan perubahan iklim telah membuat isu ini menjadi permasalahan utama baik di kancah nasional maupun internasional, tidak terkecuali Indonesia.
Bagaimana Pagar Laut jadi Gunung Es Dari State Corporate Crime
Peristiwa Pagar Laut, atau pengambilalihan wilayah
negara oleh perusahaan swasta adalah sebuah kejahatan. Namun, kejahatan/
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan tersebut sudah bisa dipastikan
tidak bisa dilakukan tanpa bekerjasama dengan pengelola negara. Dalam studi
hukum dan tata negara, persekongkolan jahat antara pengelola negara dengan
korporasi untuk menguasai wilayah milih negara biasanya disebut state corporate
crime (SCC). Bagaimana Pagar Laut jadi gunung es state coorporate crime?.
TAK BERADAB
Emas dan intan didulang
dan dijadikan perhiasan, cinderamata, atau dipertukarkan dengan barang-barang
dari negeri seberang. Secukupnya aja. Tidak berlebihan.
MANUSIA TAK PENTING!?
Dalam 10 tahun terakhir masyarakat di Kalimantan Barat, juga di wilayah Kalimantan lainnya didera oleh beraneka derita. Jutaan warga dipaksa hidup berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan dengan oksigen penuh asap pembakaran lahan, dan dalam tiga tahun terakhir, ratusan ribu warga sengsara, karena rumah dan sawah di rendam oleh banjir.
BANJIR BESAR-BESARAN, HARUS EVALUASI BESAR-BESARAN!
Banjir besar tak hanya terjadi di Kabupaten Landak saja, di kawasan hulu, banjir juga tapi juga menerjang Sanggau, Melawi, Sintang, dan Kapuas Hulu. Sementara di kawasan hilir, banjir merendam puluhan ribu rumah di Kubu Raya, Mempawah, Bengkayang, Singkawang, Sambas, kayong utara, dan Ketapang.
Kebijakan Lingkungan Era Prabowo: Nol Emisi vs Deforestasi Berkedok Kedaulatan
Peningkatan ketahanan pangan seharusnya tidak mengorbankan ekosistem hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memiliki peran penting dalam keseimbangan iklim. Lahan kritis seluas 14 juta hektar (KLHK 2018 – proyeksi Kemenko Marinves, meningkat menjadi 19 juta hektar pada tahun 2024) yang telah terdegradasi di Indonesia, seharusnya bisa direstorasi dan dimanfaatkan untuk pertanian tanpa harus memanfaatkan Kawasan Hutan. Lebih parahnya lagi, jika konversi hutan dilakukan secara masif untuk pertanian monokultur (seperti sawit), risiko hilangnya spesies langka dan meningkatnya emisi karbon akan semakin besar, sebagaimana diperingatkan dalam studi World Resources Institute (WRI). Oleh karena itu, kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan harus lebih diutamakan, dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan yang sudah ada, serta menghindari dampak negatif dari deforestasi yang tidak terkendali.