“Politik Dinasti”, yang secara umum menggambarkan situasi di mana kekuasaan politik di suatu negara atau wilayah terkonsentrasi pada satu keluarga atau beberapa keluarga yang berkerabat dekat dalam jangka waktu yang lama. Dalam kasus seperti ini, individu-individu dari keluarga yang sama sering kali memegang posisi penting dalam pengaruh politik secara berturut-turut, sehingga menciptakan suatu bentuk dinasti politik.

 

Politik dinasti dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti; Suksesi Keturunan: Anggota keluarga mewarisi posisi politik, meneruskan kekuasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dominasi Pemilu: Anggota keluarga yang sama secara konsisten memenangkan pemilu, sehingga menciptakan pengaruh politik jangka panjang. Kontrol terhadap Partai Politik, Sebuah keluarga atau beberapa keluarga mungkin mengendalikan posisi-posisi penting dalam sebuah partai politik, sehingga mereka mempunyai hak suara yang besar dalam pengambilan keputusan dan pemilihan kandidat di partai tersebut.

 

Politik dinasti menjadi isu yang kontroversial, banyak dari mereka yang kontra berpendapat bahwa hal ini jelas mengarah pada upaya-upaya nepotisme dengan kurangnya keragaman dalam kepemimpinan dan konsentrasi kekuasaan di tangan sekelompok/segelintir orang. Di sisi lain, para pendukungnya menganggap bahwa anggota keluarga dapat membawa kesinambungan, nilai-nilai bersama, atau pengalaman dalam dunia politik. Persepsi terhadap politik dinasti dapat sangat bervariasi tergantung pada konteks spesifik dan tingkat demokrasi serta transparansi dalam sistem politik.

 

Dinasti yang Baik adalah Dinasi yang Mati

 

Keluarga Bhutto (Pakistan), Keluarga Bhutto telah menjadi kekuatan politik terkemuka di Pakistan. Zulfikar Ali Bhutto, pendiri Partai Rakyat Pakistan (PPP), menjabat sebagai Perdana Menteri dan Presiden Pakistan. Putrinya, Benazir Bhutto, juga menjadi Perdana Menteri, dan putranya, Bilawal Bhutto Zardari, terlibat dalam politik Pakistan. Keluarga Nehrus dan Gandhi (India), Keluarga Nehru-Gandhi telah menjadi kekuatan dominan dalam politik India. Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri pertama India, adalah tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan negara tersebut. Putrinya, Indira Gandhi, dan cucunya, Rajiv Gandhi, keduanya menjabat sebagai Perdana Menteri. Anggota keluarga, termasuk Sonia Gandhi dan Rahul Gandhi, terus memainkan peran yang berpengaruh.

 

Dinasti Kim (Korea Utara), Keluarga Kim telah memerintah Korea Utara sejak didirikan. Kim Il-sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un, pemimpin saat ini, semuanya adalah anggota keluarga penguasa. Suksesi turun-temurun ini telah menciptakan dinasti politik yang mempunyai kendali signifikan atas negara. Dinasti Saud (Arab Saudi): Keluarga Saud telah menjadi keluarga kerajaan yang berkuasa di Arab Saudi sejak berdirinya negara tersebut. Raja adalah kepala negara dan pemerintahan, dan monarki telah menyaksikan suksesi raja-raja dari dalam keluarga yang sama.

 

Dinasti politik Kennedy di Amerika Serikat adalah salah satu keluarga politik paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah Amerika. Kepala keluarga Kennedy adalah Joseph P. Kennedy Sr., seorang pengusaha dan politikus. Keluarga ini menjadi menonjol dalam politik nasional pada pertengahan abad ke-20, dan beberapa anggotanya memegang posisi politik penting. Berikut beberapa tokoh penting dari dinasti politik Kennedy, Joseph P. Kennedy Sr, Ia menjabat sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Inggris pada masa pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt. Joseph Sr. adalah seorang pengusaha yang cerdas dan memainkan peran penting dalam awal karir politik anak-anaknya.

 

John F. Kennedy (JFK), Mungkin anggota keluarga Kennedy yang paling terkenal, John F. Kennedy menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat ke-35 dari tahun 1961 hingga pembunuhannya pada tahun 1963. Masa kepresidenan nya, yang dikenal sebagai era “Camelot”, ditandai dengan Krisis Rudal Kuba, pembentukan Korps Perdamaian, dan awal keterlibatan AS dalam Perang Vietnam. Robert F. Kennedy (RFK): Adik laki-laki John F. Kennedy, Robert menjabat sebagai Jaksa Agung AS pada masa kepresidenan saudaranya. Dia kemudian menjadi Senator AS dari New York. Seperti saudaranya, karir politik Robert Kennedy secara tragis terhenti ketika dia dibunuh pada tahun 1968 selama kampanye kepresidenannya.

 

Ted Kennedy (Edward M. Kennedy), Anak bungsu dari saudara Kennedy, Ted menjabat sebagai Senator AS dari Massachusetts selama hampir 47 tahun, menjadikannya salah satu senator terlama dalam sejarah Amerika. Dia memainkan peran penting dalam membentuk undang-undang tentang isu-isu seperti hak-hak sipil, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Anggota Keluarga Kennedy Lainnya, Keluarga Kennedy mencakup beberapa individu lain yang pernah terlibat dalam politik, termasuk Eunice Kennedy Shriver (pendiri Olimpiade Khusus), Sargent Shriver (mantan kandidat wakil presiden dan tokoh kunci di Peace Corps), dan banyak lagi anggota keluarga besar yang telah memegang berbagai jabatan politik. Warisan keluarga Kennedy melampaui politik, dengan penekanan kuat pada pelayanan publik dan aktivisme. Peristiwa tragis seputar pembunuhan John F. Kennedy dan Robert F. Kennedy berkontribusi pada misteri abadi dan daya tarik dinasti politik Kennedy dalam sejarah Amerika.

 

Contoh-contoh ini menggambarkan beragamnya cara dinasti politik muncul dan bertahan di berbagai belahan dunia, sehingga mempengaruhi jalannya sejarah di wilayah masing-masing. Dampak dan persepsi dinasti politik berbeda-beda, dan perannya bisa jadi rumit, sering kali dibentuk oleh faktor-faktor seperti tradisi, struktur politik, dan keadaan spesifik masing-masing negara. Meskipun dinasti politik dapat memberikan kesinambungan dan stabilitas, dinasti juga menimbulkan sejumlah risiko dan tantangan terhadap sistem politik.

 

Ganjaran Alam untuk Kelanggengan Keserakahan

Beberapa risiko penting yang terkait dengan dinasti politik meliputi: Nepotisme dan Kurangnya Meritokrasi, Dinasti politik mungkin memprioritaskan anggota keluarga dibandingkan individu yang lebih berkualitas, sehingga mengarah pada penunjukan pejabat berdasarkan ikatan kekeluargaan dan bukan berdasarkan prestasi. Keberagaman Ide yang Terbatas, Pemerintahan yang terus-menerus oleh satu keluarga dapat mengakibatkan kurangnya beragam perspektif dan ide, sehingga menghambat inovasi dan kemajuan.Institusi Demokrasi yang Melemah, Dinasti politik dapat melemahkan institusi demokrasi dengan memusatkan kekuasaan pada lingkaran terbatas, membatasi checks and balances. Korupsi dan Kronisme: Pemerintahan dinasti dapat menumbuhkan budaya korupsi dan kronisme, karena anggota keluarga dan rekan-rekannya dapat memperoleh manfaat yang tidak proporsional dari koneksi politik. Merusak Persaingan Politik, Dominasi dinasti politik dapat membatasi persaingan politik dengan mengecilkan semangat pendatang baru dan mencegah munculnya suara dan partai alternatif.

 

Erosi Kepercayaan Masyarakat, Persepsi pilih kasih dan kurangnya kesempatan yang sama dapat mengikis kepercayaan publik terhadap sistem politik, sehingga menyebabkan kekecewaan di kalangan warga negara. Tantangan Suksesi Dinasti: Suksesi dalam sebuah dinasti politik dapat menjadi sebuah tantangan, yang dapat menyebabkan perebutan kekuasaan dan potensi ketidakstabilan selama masa transisi. Inovasi Kebijakan Terbatas, Pemerintahan dinasti dapat mengakibatkan kurangnya inovasi kebijakan karena para pemimpin mungkin lebih fokus mempertahankan status quo dibandingkan menerapkan kebijakan baru dan efektif. Ketimpangan dan Pengecualian, Dinasti politik dapat berkontribusi terhadap kesenjangan sosial dan ekonomi dengan melanggengkan konsentrasi kekuasaan dan sumber daya dalam keluarga tertentu, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada pihak lain. Kesulitan dalam Akuntabilitas, Meminta pertanggungjawaban anggota keluarga atas tindakan mereka dapat menjadi suatu tantangan, karena kesetiaan dalam keluarga mungkin lebih diutamakan daripada transparansi dan akuntabilitas.

 

Potensi Otoritarianisme, Seiring berjalannya waktu, sebuah dinasti politik mungkin akan mengumpulkan kekuasaan hingga mengarah pada kecenderungan otoriter, dengan para pemimpinnya menggunakan posisi mereka untuk menekan oposisi dan perbedaan pendapat. Penting untuk dicatat bahwa risiko yang terkait dengan dinasti politik dapat bervariasi tergantung pada konteks spesifik, budaya politik suatu negara, dan sejauh mana lembaga demokrasi yang ada. Mengatasi risiko-risiko ini sering kali melibatkan penguatan lembaga-lembaga demokrasi, mendorong transparansi, dan menumbuhkan budaya akuntabilitas dan inklusivitas politik.

 

Bagaimana kemudian kita dapat melawan dinasti politik yaitu mencakup penanganan isu-isu terkait nepotisme, mendorong persaingan politik yang adil, dan mendukung sistem politik yang lebih inklusif dan transparan. Berikut beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan oleh individu, masyarakat sipil, dan pembuat kebijakan. Advokasi untuk Reformasi Pemilu, Mendukung dan mengadvokasi reformasi pemilu yang mendorong keadilan dan mencegah pemusatan kekuasaan di kalangan segelintir keluarga. Hal ini dapat mencakup reformasi dana kampanye, batasan masa jabatan, dan langkah-langkah untuk meningkatkan persaingan politik. Meningkatkan kesadaran: Mendidik masyarakat tentang potensi risiko yang terkait dengan dinasti politik, menekankan pentingnya keterwakilan yang beragam dan perlunya persaingan yang sehat dalam politik.

 

Mendorong Partisipasi Masyarakat, Mendorong keterlibatan masyarakat dan mendorong warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik. Warga negara yang mempunyai informasi dan terlibat lebih besar kemungkinannya untuk menuntut akuntabilitas dan menantang politik dinasti. Mendukung Kandidat yang bertentangan dengan Kandidat politik dinasti, Mendorong dan mendukung kandidat lain yang bukan bagian dari dinasti politik yang sudah mapan. Kandidat ini dapat memberikan perspektif baru dan membantu memutus siklus kekuasaan dinasti. Memperkuat Institusi Demokrasi, Melakukan advokasi untuk penguatan lembaga-lembaga demokrasi, termasuk komisi pemilu yang independen, sistem peradilan yang tidak memihak, dan media yang bebas dan adil. Institusi yang kuat membantu memastikan kesetaraan bagi semua aktor politik.

 

Reformasi Dana Kampanye, Mendukung sistem keuangan kampanye yang transparan dan akuntabel untuk mengurangi pengaruh uang dalam politik. Hal ini dapat membantu menyamakan kedudukan bagi kandidat yang tidak berasal dari keluarga kaya atau berpengaruh. Mempromosikan Gerakan Akar Rumput, Mendorong gerakan dan organisasi akar rumput yang berupaya menuju reformasi politik dan inklusivitas. Gerakan akar rumput dapat memberikan perhatian terhadap perlunya perubahan dan memobilisasi dukungan masyarakat.

 

Lobi untuk Legislasi Anti-Dinasti, Mengadvokasi atau mendukung undang-undang yang menangani dinasti politik. Beberapa negara telah menerapkan undang-undang atau ketentuan konstitusi untuk membatasi konsentrasi kekuasaan politik di dalam keluarga. Mendorong Partisipasi Kelompok Muda, Memberdayakan dan mendorong para pemimpin muda untuk berpartisipasi dalam politik. Mendukung pemimpin generasi berikutnya dapat berkontribusi dalam memutus siklus dinasti politik. Tapi yang bukan karena pengaruh Bapak, Om-nya, dan Adiknya yang ikut-ikutan!

 

Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas, Advokasi transparansi dalam proses politik, termasuk prosedur seleksi kandidat yang transparan dalam partai politik. Mendorong langkah-langkah akuntabilitas untuk meminta pertanggungjawaban politisi, terlepas dari latar belakang keluarga mereka, atas tindakan mereka. Gunakan Media Sosial dan Teknologi, Memanfaatkan media sosial dan platform teknologi untuk menyebarkan informasi, memobilisasi opini publik, dan terhubung dengan individu dan organisasi yang memiliki pemikiran serupa yang berupaya menuju reformasi politik.

 

Melawan dinasti politik adalah proses yang kompleks dan berjangka panjang yang membutuhkan upaya kolektif dari warga negara, masyarakat sipil, dan pembuat kebijakan. Dengan berfokus pada prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, dan inklusivitas, kita dapat menciptakan lingkungan politik yang mendorong lebih banyak individu untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam proses politik.

Cita-cita Demokrasi setengah Hati

Cuap-cuap soal demokrasi juga berceloteh yang tidak bisa lepas dari tubuh warga. Negara nyaris sulit dilepaskan dalam peralatan konsistusi dengan berbagai bentuk. Segmen ini tidak hanya membahas soal bagaimana distribusi keadilan bisa sampai pada ujung kehidupan masyarakat melainkan juga harus tuntas hingga masyarakat mampu merasa aman, nyaman, dan tentram hidup ditengah ketidakpastian. Pasalnya masyarakat kerap mendapat kejutan berupa hadiah yang tiba-tiba diberikan oleh alat kekuasaan melalui ragam macam bentuk.

Lapisan bawah masyarakat kerap menghadapi pertunjukan yang dilakukan oleh negara dengan berbagai macam tontonan. Sebagai salah satu contoh mengenai kejelasan tempat mereka hidup dan menghidupi kehidupan. Tontonan ini kadang-kala menimbulkan sederet kebingungan mengenai produk yang dilahirkan oleh negara seperti undang-undang dengan hasil kontemplasi para leluhur. Produk undang-undang ini mendatangkan persoalan cukup kompleks karena unsur di lapisan masyarakat bawah hampir jarang dilibatkan dalam agenda perumusan. Soalnya dimana? Tentu pada hal-hal yang menjadi tradisi lokal masyarakat yang dijaga dan dilindungi. Apakah masyarakat kuno (menurut kelompok modern yang masih hidup di desa) selalu ketinggalan zaman dan tidak paham dalam mengelola lingkungan mereka? Justru pertanyaan ini harus dibalik, apakah kelompok modern memberikan jaminan kepastian kelangsungan hidup atas keilmuan yang digadang-gadang menghadirkan kebahagiaan pasti dan aman?

Tidak lama lagi kita akan menyaksikan perhelatan kontestasi para pemimpin di tingkatan masing-masing. Baik dari level tapak maupun paripurna, semua akan berkompetisi dengan menggunakan cara apapun. Perlu diingat, jangan sampai ada korban jatuh. Intrik, operasi senyap, kampanye, strategi, misi, tugas, entah apapun namanya, suksesi menjadi koentji. Dengan lini masa yang sangat pendek yang sudah disusun oleh beberapa penyelenggara, memperlihatkan kualitas pemimpin berikutnya yang akan mengisi pos-pos strategis baik eksekutif maupun legislatif. Pertandingan narasi hanya menyisakan gagasan palsu yang hendak disajikan oleh calon pemimpin untuk menyita perhatian publik sementara. Demokrasi sejati hanya menjadi cita-cita dalam hati yang suatu ketika bila diucapkan hanya sebatas cita utopia.

Penurunan kualitas demokrasi menandakan kemunduran suatu negara dalam proses pelaksanaan kebijakan. Koridor konstitusi dan demokrasi telah dikangkangi tanpa tahu malu oleh kekuasaan licik. Masyarakat marjinal hanya dianggap sebagai objek administrasi dalam rangka memenuhi indikator suatu negara. Dua tantangan yang menjadi tugas konstitusi seperti kemiskinan dan pendidikan berubah wujud menjadi investasi. Seolah-olah investasi merupakan jalan terakhir untuk menjawab dua tantangan konstitusi. Pada kenyataannya, kemiskinan dan pendidikan masih belum menjadi konsentrasi kekuasaan untuk menjawab persoalan tersebut. Bayangkan saja apabila negara mengarahkan konsentrasi pada dua persoalan tersebut untuk memberikan solusi tegas dan konkret, niscaya persoalan yang lain akan mampu diuraikan.

Kasak-kusuk, lobi, dan upeti selalu hadir ditengah-tengah realita kehidupan masyarakat serta cita-cita sejati demokrasi. Hal ini selalu menjadi benang kusut dan terus berkeliaran sehingga menjadi pilihan terakhir ketika kecerdasan hanya bisa diakses oleh sekelompok pemodal. Pilihan akhir dari situasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka, harus mengambil sikap tegas. Pilihan konkret atas kondisi tersebut menjadi tonggak ijtihad perjuangan babak baru untuk menuju demokrasi sejati sebagai langkah terjal yang harus dilalui. Pencerdasan yang harus dibangun dengan cara-cara yang baik perlu disusun kembali sebagai langkah dan upaya taktis menjawab persoalan pendidikan. Apabila seluruh masyarakat mampu dicerdaskan secara pelan-pelan dan pasti, yakinlah seluruh bangsa ini akan menjadi cerdas secara alami. Bingung? Jelas membingungkan karena situasi sekarang penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian.

Melalui goresan tulisan ini, menjadi penghubung bagi siapapun untuk melakukan inisiatif gerakan atas persoalan demokrasi yang semakin terdegradasi. Merawat kegelisahan atas persoalan dan memupuk semangat perjuangan ini tidak hanya berakhir di dalam hati. Manifestasi bisa dilaksanakan dalam bentuk apapun seperti menggalang solidaritas sosial untuk membaca keadaan, melakukan inisiatif secara sukarela, dan memelihara soliditas gerakan untuk menuju cita-cita demokrasi sejati!

 

Penulis : Mas Ageng (Penulis Lepas) & Riky Efendi (Penulis Dilepasin)