Sintang, 12 Desember 2024 – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah melaksanakan kegiatan Sosialisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2024-2043. Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan secara interaktif substansi RTRW sebagai informasi publik yang terbuka, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Kegiatan sosialisasi yang turut dihadiri oleh Swandiri Inisiatif Sintang (SIS) ini diadakan pada Kamis, 12 Desember 2024 bertempat di Pendopo Bupati Sintang. Sosialisasi ini diperuntukkan bagi seluruh masyarakat, termasuk para pemangku kepentingan, akademisi, sektor swasta, serta instansi terkait di Provinsi Kalimantan Barat.

Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan utama untuk memberikan pemahaman yang mendalam terkait rencana tata ruang wilayah provinsi yang berlaku selama periode 2024 hingga 2043. Dalam kegiatan ini, Kelompok masyarakat sipil dan pihak terkait dapat berinteraksi langsung dengan pihak pemerintah untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai substansi RTRW dan memberikan masukan konstruktif yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Dari hasil pemaparan substansi RTRW Prov. Kalbar 2024-2043 kami melihat salah satu masalah utama dalam RTRW Provinsi Kalimantan Barat adalah belum adanya solusi komprehensif terkait status desa yang terletak di dalam kawasan hutan. Di Kalimantan Barat, banyak desa yang berada di dalam kawasan hutan negara atau hutan lindung, yang selama ini belum mendapat kepastian status hukum dalam konteks peraturan tata ruang. Status desa yang berada dalam kawasan hutan sering kali menghadirkan dilema, terutama ketika pemerintah pusat atau daerah ingin melaksanakan kebijakan yang memprioritaskan pengurangan deforestasi atau pengelolaan hutan secara konservatif.

Bagi desa-desa yang berada di dalam kawasan hutan, aktivitas ekonomi dan pembangunan sangat terbatas oleh peraturan yang berlaku terkait kawasan hutan. Sektor-sektor seperti pertanian, perkebunan, dan pemukiman menghadapi hambatan administratif dan regulasi yang tidak fleksibel, yang membuat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa terhambat.

Status desa dalam kawasan hutan juga berhubungan dengan keterbatasan akses terhadap pembangunan infrastruktur. Salah satu contoh nyata adalah kesulitan dalam membangun sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan sosial-ekonomi desa, seperti jalan, jembatan, fasilitas kesehatan, dan pendidikan. Infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat desa sering terhambat oleh status kawasan hutan yang mengharuskan adanya izin dan prosedur yang panjang serta ketat.

tantangan besar yang juga harus dihadapi oleh RTRW Provinsi Kalimantan Barat adalah konflik yang muncul antara tujuan konservasi hutan dengan kebutuhan pembangunan desa. Kawasan hutan yang dilindungi memiliki fungsi vital untuk menjaga ekosistem dan keberlanjutan lingkungan, namun masyarakat desa yang berada di dalam kawasan hutan sering kali memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam di sekitar mereka, seperti hasil hutan non-kayu, lahan pertanian, dan sebagainya. Ketegangan antara perlindungan lingkungan dan kebutuhan pembangunan sosial-ekonomi masyarakat desa menjadi isu yang kompleks dalam perencanaan RTRW.

Untuk mengatasi masalah ini, RTRW Provinsi Kalimantan Barat 2024-2043 perlu memasukkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam mengatur status desa dalam kawasan hutan. Pendekatan tersebut dapat mencakup pengakuan hak atas tanah bagi masyarakat yang sudah lama menetap di kawasan hutan, dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Selain itu, perlu ada mekanisme yang lebih jelas terkait dengan pemanfaatan kawasan hutan secara berkelanjutan, di mana masyarakat desa dapat berpartisipasi dalam pengelolaan hutan dengan cara yang ramah lingkungan dan produktif.

Pemerintah daerah juga perlu mendorong dialog yang lebih intensif antara masyarakat, sektor swasta, dan pemerintah untuk menemukan solusi win-win yang dapat mengakomodasi kebutuhan pembangunan desa dan perlindungan kawasan hutan. Dengan demikian, RTRW Provinsi Kalimantan Barat dapat menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, yang tidak hanya memperhatikan kebutuhan ruang untuk pembangunan fisik, tetapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang hidup di dalam kawasan hutan.

Secara keseluruhan, RTRW Provinsi Kalimantan Barat 2024-2043 merupakan langkah maju dalam perencanaan pembangunan wilayah, tetapi masih menghadapi tantangan besar terkait dengan status desa yang berada di kawasan hutan. Agar RTRW ini benar-benar efektif dalam mendorong pembangunan yang berkelanjutan, perlu ada pendekatan yang lebih sensitif terhadap konteks sosial dan lingkungan di mana desa-desa tersebut berada. Tanpa adanya penyelesaian yang jelas dan adil terhadap masalah ini, tantangan besar terkait dengan status desa dalam kawasan hutan akan tetap menjadi isu utama dalam perencanaan tata ruang di Kalimantan Barat.