

Si kaya dan Si miskin tidak pernah lepas dari peradaban hidup manusia di muka bumi bahkan sampai tingkat tapak, dimana hal yang tidak seimbang terjadi di masyarakat baik secara personal maupun kelompok. kesenjangan tersebut sering kali dilihat dari segi financial masyarakat, kekayaan harta. terlebih untuk kesenjangan ekonomi. selain itu kesenjangan juga sangat mudah kita lihat, dari adanya peluang yang berbeda dalam posisi sosial di lingkup masyarakat, ketidak setaraan barang dan jasa, hukum dan kesempatan yang didapatkan setiap individu. Menurut Robert Chambers kesenjangan sosial merupakan semua gejala yang terjadi dilapisan masyarakat. gejala ini muncul karena adanya perbedaan keuangan atau ekonomi antara masyarakat yang berada di wilayah tertentu.
Menurut World Inequality Report 2022 dalam 2 dekade belakangan kesenjangan ekonomi di Indonesia teidak mengalami perubahan yang signifikan sebanyak 50% dari penduduk indonesia memiliki kurang dari 5% kekayaan rumah tangga Nasional (total Household Wealth). Sedangakan 10% penduduk memiliki sekitar 60% kekayan rumah tangga nasional. dengan pertumbuhan kekayaan yang siginfikan namun menyebabkan ketimpangan kekayaan yang tidak berubah. lantas bagaimana impact terhadap pendidikan? dilansir dari data BPS melalui survey ekonomi nasional (SUSENAS) terdapat 76% anak putus sekolah karena alasan ekonomi 67,0% diantaranya tidak mampu membayar biaya sekolah sementara sisanya yaitu 8,7% putus sekolah karena harus mencari nafkah. miris bukan? lantas lantas apa langkah kongkrit yang telah diambil pemerintah untuk menekan angka putus sekolah?, padahal di pasal 34 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Sementara dalam PP 18/2022, pasal 80 dan 81 menegaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membiayai pendidikan dengan alokasi anggaran 20% dari APBN dan APBD. Apakah amanat undang-undang ini hanya jadi angan-angan?.
Lantas bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah mempengaruhi gap antara si kaya dan si miskin, jika dilihat sekilas mengenai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam mengatasi kesenjangan sosial bisa dinilai. namun mengenai akses layanan yang diberikan pemerintah perlu untuk dikoreksi. bebrapa diantaranya layanan BPJS yang disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat kurang mampu implementasi dilapangan berbanding terbalik dan belum efektif. Akses BPJS masih sering diasumsikan sebagai akses “miskin’’ sehingga ada perbedaan layanan, fasilitas yang bisa diakses oleh pengguna, sehingga banyak yang enggan untuk menggunakannya. kemudian kesenjangan juga terjadi bidang transmigrasi yang dimana masyarakat pendatang jauh lebih cepat berkembang dibandingkan masyarakat asli daerah tersebut, mengapa hal ini bisa terjadi, padahal yang menetap di daerah tersebut terlebih dahulu masyarakat asli kenapa pendatang yang bisa berkembang lebih cepat? hal ini dikarenakan pemerintah lebih besar memberi peluang dan kesempatan kepada warga transmigran dibandingkan masyarakat asli sendiri. bukankah didalam undang-undang 1945 pasal 26 sampai 34 bahwa setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan penghidupan yang layak.
kemudian apa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi kesenjangan sosial? setiap masyarakat harus mendapatkan hak yang sama untuk memanfaatkan fasilitas sosial yang ada serta memberikan kesempatan yang sama kepada setiap seluruh masyarakat untuk mengembangkan dan memperbaiki taraf perekonomiannya tidak hanya itu setiap masyarakat juga harus mendapatkan akses yang sama di bidang pendidikan, teknologi, kesehatan dan kualitas SDM. tidak terlepas juga dari upaya aktif pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya, pemerataan pembangunan baik ditingkat kota maupun sampai tingkat pedesaan.
Penulis : Charyandika