Seperti yang kita ketahui PILPRES 2024 adalah momen penuh drama. Bisa kita mulai dari pengumuman masing-masing paslon Capres dan Cawapres, Debat berseri nir-substansi, Gimmick receh untuk konsumsi publik, Perang Buzzer di Jagat Maya, Tabrak-tabrak masuk MK dan Etika,dll. bahkan di masa tenang pun publik dibuat Gempar oleh film “Dirty Vote” yang membuat panik salah satu paslon namun dianggap sebagai Supporting kepada paslon lain. Tampak pertarungan paslon 01 & 03 melawan kubu 02 begitu jelas dengan informasi yang sedemikian bias kepada masyarakat luas, tentu menimbulkan disinformasi dan multitafsir dari masyarakat untuk menentukan dukungan tapi tidak bagi sekelompok fanatis yang membatu dan mengkultuskan paslon pilihannya.

 

Sampai pada hari pencoblosan 14 Februari 2024, terpantau bahwa koalisi Indonesia Maju (02) memimpin trend hasil quick count sehingga semakin optimis dengan kemenangannya. walaupun dihantam dengan berbagai isu dan permasalahan yang terus bermunculan namun tidak menyurutkan rasa percaya diri mendeklarasikan kemenangan, disambut meriah oleh pendukungnya sosial media penuh dengan rasa bangga tanpa malu-malu beriringan dengan banyaknya bukti kecurangan yang muncul dari pihak yang kalah. hal ini tentu tidak mengagetkan, seperti FTV receh yang skenarionya telah sampai pada titik klimaks sang pemeran utama menang dengan segala caranya, tapi bagi yang kalah ini merupakan titik permulaan baru.

 

Permulaan baru mungkin dapat kita bayangkan dengan melihat hasil Pemilihan Legislatif berdasarkan hasil quick count Litbang Kompas 15/02/2024,12:40 WIB  dengan data yang masuk 76,10% memperlihatkan ada tiga partai dari koalisi 01 yang lolos dari jumlah minimum 4% untuk memperoleh kursi di legislatif yaitu PKB (11,30%), Nasdem (9,43%), dan PKS (8,38%). Sementara di kubu 02 terdapat 4 partai yang memperoleh suara diatas 4% yaitu Gerindra (13,58%), Golkar (14,42%), PAN (7,08%), dan Demokrat (7,58%). Di kubu 03 sendiri PDIP sebagai partai pengusung capres dan cawapres malah mendominasi PILEG dengan perolehan suara berdasarkan hasil quick count sebanyak 16,92%. Berdasarkan perolehan suara PILEG tersebut kita mungkin dapat berangan-angan akan adanya kesatuan kubu 01 & 03 untuk dapat menjadi Oposisi di pemerintahan yang baru dengan pembagian secara proporsional di DPR, DPD, dan DPRD yang mana 02 dengan 4 partai juga 01&03 yang jika digabungkan memiliki 4 partai yang lolos.

Tapi apakah Oposisi dapat benar-benar hadir sebagai penyeimbang dan pemegang kontrol agar di kepemimpinan yang akan datang tidak otoriter dan oligarkis? Seperti pengalaman buruk pemilu 2019 masuknya Prabowo di dalam Kabinet Indonesia Maju milik Jokowi sebagai Kemenhan membuat banyak pendukung militannya yang kecewa dan sedikit menyadarkan publik bahwa nilai-nilai demokrasi yang kita miliki hari ini masih semu dengan hilangnya unsur check and balance di dalam tubuh pemerintahan karena tidak ada oposisi didalamnya dan politik yang kita miliki hari ini adalah politik realistis bagi pihak yang kalah untuk harus mengambil kesempatan apapun untuk tetap menjadi bagian dari elit, dan yang menjadi elit hari ini harus menyusun strategi panjang untuk mempertahankan kekuasaannya. 

Terlepas siapapun yang akan menjadi presiden nantinya. Pengawasan dan fungsi kontrol kekuasaan harus ada dan dapat hadir sebagaimana fungsinya. Demokrasi Indonesia yang masih muda dan terus bertumbuh tidak boleh mati dan dihambat oleh upaya-upaya penggerusan oleh sekelompok orang tidak tahu malu dan rakus kekuasaan.

Penulis : Riky Efendi