Tren #KaburAjaDulu yang tengah ramai di media sosial mencerminkan keresahan mendalam masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kondisi dalam negeri. Fenomena ini tidak muncul tanpa sebab, fenomena ini muncul dari kekecewaan terhadap lapangan pekerjaan yang terbatas, serta ketidakpastian ekonomi yang terjadi di di negara ini.

Menariknya, respons pemerintah terhadap tren ini beragam, mulai dari yang melihatnya sebagai tantangan, hingga yang menganggapnya sebagai indikasi kurangnya patriotisme. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, misalnya, menyebut tren ini sebagai refleksi aspirasi masyarakat dan menekankan pentingnya menciptakan lapangan kerja yang lebih baik. Pernyataan ini setidaknya menunjukkan kesadaran pemerintah bahwa ada masalah yang harus diselesaikan.

Namun, di sisi lain, ada juga tanggapan yang kurang bijak, seperti pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang menuding mereka yang ingin pergi ke luar negeri sebagai kurang mencintai tanah air. Pernyataan ini seakan mengabaikan akar masalah yang memicu keinginan masyarakat untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Bukankah nasionalisme juga bisa diwujudkan dalam bentuk kontribusi dari luar negeri, seperti melalui remitansi dan transfer pengetahuan?

Sementara itu, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menilai tren ini bukan ancaman terhadap populasi, melainkan lebih sebagai ekspresi spontan netizen. Pendapat ini ada benarnya, mengingat migrasi bukanlah hal yang mudah dan hanya mereka dengan keterampilan tertentu yang dapat bertahan di luar negeri.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding justru menanggapi tren ini dengan lebih terbuka, melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia agar lebih siap bersaing di kancah internasional. Pendekatan ini jauh lebih realistis dan konstruktif dibandingkan dengan sekadar mempertanyakan patriotisme seseorang.

Pernyataan paling kontroversial datang dari Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, yang terkesan meremehkan tren ini dengan menyebut bahwa masyarakat yang ingin pindah sebaiknya tidak kembali lagi. Pernyataan seperti ini jelas tidak mencerminkan semangat pelayanan publik yang seharusnya dimiliki oleh pejabat negara.

Masalah mendasar dari fenomena ini tidak hanya tentang keinginan anak muda untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, tetapi juga tentang ketidakpercayaan terhadap pemerintah dalam menciptakan peluang kerja, meningkatkan kesejahteraan, dan memberikan jaminan masa depan yang lebih cerah. Jika pemerintah benar-benar ingin mengatasi fenomena ini, menjadikan patriotisme sebagai alasan untuk menekan kritik dan keresahan bukanlah solusi. Justru, cinta tanah air harus diwujudkan dengan memberikan yang terbaik bagi rakyatnya, bukan dengan menutup mata terhadap masalah yang ada. Jika pemerintah gagal menjawab tuntutan ini, bukan tidak mungkin #KaburAjaDulu akan semakin banyak generasi muda berbakat memilih pergi dan tidak akan kembali lagi.

Baca Juga: Indonesia Gelap

penulis: Chariyandika