Tata Kelola yang Berdaulat di Pekulai Bersatu

11 – 12 Februari 2023 Swandiri Inisiatif Sintang (SIS) mulai melakukan sosialisasi proyek Sustainable Environtment Government Across Region (SEGAR) dan FPIC di desa pekulai bersatu Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Bertempat di balai desa Kegiatan ini melibatkan setiap elemen masyarakat desa mulai dari perwakilan kelompok tani, pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh adat dan kelompok perempuan desa Pekulai bersatu. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyampaikan tentang pelaksanaan proyek di Desa kepada pihak terkait dan mengkonsolidasikan kesepakatan serta dukungan dari target peserta atau penerima proyek. Semesta mendukung kami diterima dengan baik bahkan didukung penuh oleh pemerintah desa dan masyarakat, Berita acara kesepakatan ditandatangani oleh para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh perempuan dan pemerintah desa.

Setelah mendapat hasil positif serta melihat antusiasme masyarakat desa pekulai untuk dapat turut serta dalam mensukseskan proyek ini maka pada tanggal 13-25 februari kami langsung mulai mengidentifikasi dan mengumpulkan profil bidang tanah milik petani. Kami mendata mulai dari status kepemilikan lahan, status perkebunan, status hukum kepemilikan lahan dll, disinilah kami banyak menemukan fakta yang mencengangkan. Tercatat ada 33 lahan karet, 61 lahan sawit, dan hanya 6 lahan jengkol padahal menurut informasi yang kami dapatkan, tak diragukan lagi tanah di Indonesia dijuluki sebagai Tanah Surga dimana kayu dan batu menjadi tanaman buktinya di desa pekulai jengkol tumbuh subur tanpa perlu sengaja ditanam dan dirawat pun ia akan hidup sendiri. Sayangnya sebagian lahan karet sudah mulai tidak diproduksi lagi karena harga jual yang murah bahkan ketiadaan akses pasar belum lagi biaya perawatan dan transportasi dari kebun ke pengepul yang memakan ongkos cukup besar sehingga mengurungkan niat petani untuk memproduksi secara aktif karet-karet tersebut. Dari total 62 petani yang berhasil kami data sementara ini, Mirisnya semua lahan milik mereka dipekulai tidak memiliki sertifikat hak milik dikarenakan 100% wilayahnya masih masuk dalam kawasan HPT bahkan pemukiman hingga kantor desa masuk dalam kawasan hutan.

Masyarakat mengeluh dan merasa sangat dirugikan akan status kawasan yang mereka dapatkan saat ini, bagaimana bisa mereka yang sudah hidup turun temurun ratusan tahun menggarap mengerjakan lahan pertanian disana tidak memiliki hak administratif atas tanahnya sendiri. Ditambah dengan infrastruktur jalan di Desa dan jalan menuju kekota yang buruk hingga tak jarang menyulitkan masyarakat untuk berobat, bersekolah, dan berdagang. Tak heran jika disana taraf pendidikan masyarakat hanya sampai tingkat SD karena akses yang sulit dan biaya yang tinggi. Dengan adanya proyek ini mereka masyarakat pekulai juga berharap akan masa depan pekulai yang cerah, hak kepemilikan atas lahan, perkembangan disektor perkebunan, pendampingan petani mandiri, akses rantai pasok komoditi, hingga perbaikan infrastruktur dari desa menuju ke kota.

Selain potensi komoditi Pekulai Bersatu daratan seluas 2464,71 Ha ini juga memiliki potensi lain yang sengaja kami identifikasi mereka memiliki Sungai Pekulai yang sangat luar biasa indah berpotensi menjadi objek Wisata, kemudian disana juga ada gopung rimba dan tembawang yang rencananya ingin di proteksi oleh pemerintah desa setempat dengan skema hutan desa, dan yang pastinya Krubik binatang sejenis keong atau tengkuyung yang menjadi makan khas disana berpotensi untuk dubididayakan dan diolah menjadi produk kuliener khas Desa Pekulai Bersatu.

Yah begitulah nasib Desa Pekulai Bersatu, miris rasanya melihat fakta bahwa regulasi di tingkat atas sering tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di tingkat tapak mengenai status suatu kawasan terlebih lagi penentuan status suatu kawasan biasanya hanya dilakukan diatas meja tanpa melibatkan kelompok masyarakat dalam penentuan suatu kebijakan. tidak berlebihan rasanya jika saya penulis mengatakan bahwa Pekulai surga yang dirampas dari penghuni aslinya. #Pekulaibersatutakbisadikalahkan

 

Penulis : Aldo Topan R

Editor : Riky Efendi