
Kemarin saya nulis panjang lebar tentang Sapiens Logam dan catatan tentang kekejaman sapiens dalam sejarah manusia. Saya juga menyampaikan kehebatan sapiens dibandingkan dengan seluruh makhluk yang ada di muka bumi, yaitu kemampuannya mengendalikan api dan kemampuannya membangun narasi, dan bagaimana dengan keduanya, daya cipta sapiens bisa bertumbuh sangat cepat dalam 6000 tahun terakhir, seiring dengan kekejamannya menghancurkan kehidupan.
Nah kali ini saya akan mengulas tentang narasi. Apa hubungannya narasi dengan pertumpahan darah.
Dalam Alquran ada teks yang mengisahkan dialog antara Tuhan dan Malaikat. Yaitu dalam Surat AL Baqarah ayat 30.
Dalam teks tebut Allah menyampaikan rencananya kepada malaikat bahwa Ia akan membuat (ja’ala) seorang khalifah di muka bumi. Malaikat kemudian bertanya, “mengapa Engkau berencana akan menunjuk khalifah, padahal ia akan membuat kerusakan (fasad) dan menumpahkan darah (yasfikuddima’)”.
Lalu malaikat melanjutkan, “padahal kami senantiasa bertasbih (melaksanakan berulang-ulang perintah Allah) dengan memuji mu dan mensucikan Engkau”.
Malaikat memang makhluk yang tak pernah melawan sedikitpun perintah Allah. Pikirannya statis dan tak pernah komplain, persis seperti tumbuhan. Mereka menjalankan saja apa yang telah ditugaskan.
Dalam Al Quran, Allah kemudian menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Jika kita merenungkan kisah di ayat tersebut, sebelum sapiens ditunjuk Allah sebagai wakil-Nya di bumi, makhluk di bumi berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetap Allah. Semua makhluk menjalani dan mengikuti segala hukum alam yang telah ditetapkan Allah.
Intinya mereka tidak memiliki kehendak bebas. Ia tak bisa melakukan apa-apa di luar kehendak Allah yang sudah diinstall di alam semesta.
Harimau misalnya. Makhluk itu walaupun sangat kuat, tapi hanya berburu rusa saat lapar. Ia tak punya kehendak untuk menjual hewan buruannya. Rusa yang selalu diburu oleh harimau, juga tak punya kehendak untuk menyingkirkan harimau. Ia juga tidak pernah protes dengan Allah mengapa keluarganya harus selalu menjadi korban harimau. Mereka sangat taat dengan perintah yang telah diberikan kepadanya. Nerimo dan tak pernah komplain sedikitpun.
Demikian pula dengan Kera. Meskipun lebih cerdas, mereka tak punya kehendak untuk menyaingi harimau dengan ikut-ikuta berburu rusa juga. Apalagi menjualnya ke harimau.
Mereka hanya makan buah-buahan dan dedaunan saja, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah untuknya.
Seluruh makhluk itu juga super istiqomah. Ia melakukan aturan Allah itu terus menerus dari masa ke masa, secara berulang-ulang (sabaha), focus (qaddis), dan tak ada yang satupun yang menentang.
Malaikat mempertanyakan rencana Allah, karena malaikat mengamati Allah menggunakan istilah “khalifah”. Khalifah berarti wakilnya Allah.
Malaikat tentu tahu bahwa, karena yang akan dibuat itu derajatnya “wakil” maka makhluk itu pastilah punya karakter yang agak sama dengan sesuatu yang diwakilkannya.
Makhluk baru itu pasti punya kehendak bebas dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu. Dan dengan kehendak bebas itu, makhluk tersebut bisa memilih apapun yang ia kehendaki. Bahkan makhluk baru itu pasti akan mampu membuat aturan sendiri.
Kehendak bebas dan daya cipta inilah yang mungkin dikhawatirkan oleh malaikat. Karena jika ada makhluk yang punya kehendak bebas dan daya cipta, maka makhluk ini pasti akan menyebabkan kerusakan (fasad) dan pertumpahan darah di muka bumi.
Tapi Allah maha tahu. Allah pasti punya rencana lain yang tidak diketahui oleh malaikat. Dan malaikatpun tak punya kehendak bebas selain taat. Maka rencana itupun dieksekusi.
Yang terpilih untuk memegang mahkota khalifahfilardh itu adalah homo sapiens.
Dan benar saja, Ketika mahkota kekhalifahan itu ditiupkan (ruh), maka pertumpahan darah pun terjadi.
Korban pertama dikisahkan oleh Alquran dalam Surat Al Maidah 27-30, yaitu pertikaian dua manusia bani adam yang mempertengkarkan ibadah siapa yang paling diterima Allah.
Qobil yang Qeras hati, tersinggung karena dibully bahwa ibadah kurbannya tidak diterima oleh Allah karena ia tidak bertaqwa kepada Allah. Yang membully Habil.
Qobil lalu mendorong Habil. Tapi Habil tidak melawan. Walaupun tidak melawan, namun Qobil tetap membunuhnya. Habil pun tewas mengenaskan bersimbah darah.
Kisah pertikaian Qobil dan Habil adalah kisah tentang pertumpahan darah yang disebabkan oleh perbedaan narasi. Dan kematian anak-anak adam selanjutnya lebih banyak karena persoalan narasi.
Kemampuan membuat narasi ini kemampuan istimewa dari khalifahfilardh dari homo sapiens ini. Tak ada satu makhluk pun yang bisa melakukannya. Dan kemampuan membuat narasi ini pula yang dijadikan alat sekaligus penyebab dari beragam konflik, pertikaian, peperangan dan pertumpahan darah dalam skala massif di muka bumi.
Dengan narasi, Sapiens bisa mengajak anggota keluarganya untuk melakukan apapun sesuai kehendaknya, entah atas nama dewa, atas nama kejayaan raja, atas nama kejayaan tanah dan air,atas nama liberalisme, atas nama sosialisme, atas nama demokrasi, dsb. Dan dengan narasi yang sama pula sapiens dapat mengajak komunitas dan komunitas lainnya yang jauh untuk mempertahankan diri, menyerang dan memobilisasi mereka ke medan perang.
Ketika sapiens sudah bisa menulis sekitar 6000 tahun yang lalu, maka dari tulisan mereka, kita mengetahui bahwa selama kurang lebih 6000 tahun terakhir, kisah-kisah tentang pertumpahan darah antara sesama sapiens banyak kita jumpai. Entah itu dalam peradaban
Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, Mesir Kuno, era klasik, era renaissance, hingga era modern seperti saat ini.
Ratusan juta manusia mati bersimbah darah. Bumipun basah memerah oleh darah yang tumpah.
Homo sapiens sangat piawai menyusun narasi dan menggunakannya untuk saling menghabisi.
Berkahselaloe,
Penulis: Beni s, ptk, 13.2.25
[…] Baca juga Narasi dan Pertumpahan Darah […]