Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan selalu memakan korban setiap tahunnya. Jika melihat data yang dikeluarkan oleh DInas Kesehatan Kabupaten Sintang, angka temuan kasus DBD tertinggi berada di wilayah Puskesmas Sungai Durian dengan 103 kasus 3 orang meninggal, Puskesmas Tanjung Puri dengan 78 Kasus dan 1 orang meninggal, kemudian Puskesmas Sepauk dengan 66 Kasus dan 2 orang meninggal. dari data yang dirilis periode Tahun 2018 – 2023 kabupaten Sintang dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya padahal dari periode tahun 2018-2021 mengalami penurunan angka temuan kasus, peningkatan kasus DBD di tahun 2022 melebihi tiga kali lipat dari tahun 2021 baik temuan kasus maupun angka kematian akibat DBD dari 53 kasus dan nol kematian menjadi 162 kasus dan 3 kematian akibat DBD, di tahun 2023 per agustus angka temuan kasus dan kematian akibat DBD meningkat lebih dari dua kali lipat yang di tahun 2022 berjumlah 162 kasus dan 3 angka kematian akibat DBD menjadi 402 kasus dan 8 kematian akibat DBD.
Melihat dari data diatas dengan adanya tren peningkatan kasus dan tingginya kasus dan angka kematian akibat DBD di tahun 2023 yang masih berjalan, Forum Belajar Stakeholder Sintang (FORSTAR) melayangkan protes kepada Pemerintah Kabupaten Sintang, atas upaya mitigasi dan penanganan kasus DBD oleh Dinas Kesehatan yang dirasa tidak maksimal. Protes yang diberikan agar pemerintah kabupaten sintang dapat bergerak cepat dalam mengatasi kasus DBD yang terjadi melakukan upaya mitigasi untuk menekan jumlah kasus di tahun berikutnya, karena FORSTAR merasa bahwa disaat-saat kritis seperti ini pemkab Sintang tidak memiliki komitmen dan keseriusan dalam semua upaya tersebut.
Sejauh mana upaya pemkab Sintang untuk menangani kasus yang terjadi dan melakukan mitigasi terhadap kasus DBD masih menjadi pertanyaan bagi kita, seharusnya di tengah kenaikan kasus dan masa kritis DBD ini yang sejatinya dapat diselesaikan oleh pemerintah kabupaten Sintang dengan kecakapannya menggunakan semua instrumen kebijakan yang dimiliki, justru masih gelagapan dalam menangani kasus DBD seolah tidak pernah belajar dan menganalisa dari kenaikan kasus per tahun padahal semua instrumen penanganan dan mitigasi kasus DBD dimiliki oleh pemkab sintang melalui dinas kesehatan yang instrumen pelayanan kesehatannya dapat menjangkau hingga tingkat dasar di masyarakat.
sangat disayangkan dengan semua instrumen yang dimiliki pemkab Sintang menanggapi kasus ini hanya dengan sosialisasi seadanya dan cuma mengoleskan minyak serai kepada anak-anak di 2 sekolah dasar yang ada di kabupaten Sintang dengan harapan tidak adanya lagi anak-anak yang terkena DBD, kita dapat melihat upaya yang dilakukan di tengah kondisi krisis ditanggapi seolah-olah bercanda. Bagaimana tidak, dengan pikiran pengambil kebijakan yang hanya mengadakan event ceremonial dan mengoleskan minyak serai dianggap sudah cukup untuk menekan angka kasus DBD. dari dua hal tersebut pengambil kebijakan seperti tidak dapat memikirkan kebijakan, upaya atau opsi lain yang lebih efektif dan mampu menjawab permasalahan saat ini.
Jika dilihat suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KLB jika sudah memiliki kriteria Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya, peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya, jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya, rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya, Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama, dari data dan syarat penetapan KLB seharusnya kabupaten Sintang dapat ditetapkan untuk daerah dengan KLB DBD, akan tetapi asisten III pemkab Sintang menyampaikan alasan kenapa belum adanya penetapan status KLB terhadap DBD masih menjadi dilematis, jika tidak ditetapkan Dinkes tidak dapat mengajukan dana Belanja Tidak Terduga (BTT), sementara jika ditetapkannya menjadi KLB, BPJS tidak bisa mengcover pembiayaan DBD untuk rumah sakit. disaat seperti inilah fungsi pemkab dibutuhkan pejabat yang seharusnya bergerak cepat mengatasi kasus DBD masih sibuk berdebat tentang kebijakan dan dilematis, yang seharusnya bisa lebih bijak dalam penanganan kasus DBD itu sendiri. Pemkab seharusnya bekerja dengan hati nurani, bermoral bukan lagi dengan alasan-alasan yang seharusnya bisa dicari strategi penyelesaiannya. pejabat tidak patut dan tidak etis mengemukakan kesulitan prosedural disaat terjadi krisis dan warga telah menjadi korban, “fungsi pemkab itu mencari solusi bukan menjadi masalah baru”.
Dari semua hal diatas FORSTAR merasa bahwa pemkab Sintang tidak siap dalam menghadapi Peningkatan kasus DBD yang terjadi, pemerintah kabupaten sintang seakan-akan kehilangan arah dan tidak tahu dan mengerti apa yang harus dilakukan dalam upaya penanganan dan tidak memiliki upaya mitigasi yang serius, strategis dan tepat dalam penanganan kasus DBD yang terjadi di kabupaten Sintang. FORSTAR dengan ini juga mendesak dan menuntut pemkab Sintang agar tidak adanya lagi kasus-kasus DBD yang sampai harus memakan korban jiwa.
Penulis : Chariyandika